Senin, 05 Desember 2011

PANDANGAN ORANG KRISTEN TERHADAP KEMISKINAN


PANDANGAN ORANG KRISTEN

TERHADAP KEMISKINAN

v Pendahuluaan.

Kemiskinan adalah merupakan persoalan yang sangat fenomenal dan sekaligus popular akhir-akhir ini, di bangsa Indonesia yang telah merdeka sekian puluh tahun yang lalu. Dengan semakin gencarnya pemberitaan-pemberitaan dari media masa dan media elektronik di tambahi dengan forum-forum Dialog terbuka di masyarakat yang semakin kritis akan kondisi kemiskinan di tengah-tengan kemajuan teknologi yang sedang mengglobal, masih banyak di temukan kenyataan terdapatnya kantong-kantong kemiskinan di tengah-tengah gedung-gedung megah pencakar langit di hiruk-pikuknya Kota Metropolitan dan bahkan sampai pada Ibu kota Negara.

BAPPENAS mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat antara lain, tak terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik.[1]

Sepanjang sejarah Indonesia sebagai nation state, sejarah sebuah negara yang salah memandang dan mengurus kemiskinan. Dalam negara yang salah urus, tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus urbanisasi ke kota, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas. Kemiskinan, menyebabkan masyarakat rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup.

safety life (James. C.Scott, 1981), mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi tengkulak lokal dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para buruh tani desa bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit. [2]

selain dari pada tindakan untuk mempertahankan hidup karena akibat kemiskinan, hingga sering kali kita temukan perbuatan-perbuat nekat yang lebih mengerikan hanya sekedar demi bertahan untuk dapat makan karena akibat miskin tersebut.

Kemiskinan sebagai suatu kenyataan yang kompleks, orang memakai istilah kemiskinan dan kemelaratan sebagai sesuatu kenyataan tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok, pendatan yang sangat rendah atau kehidupan di bawah garis kemiskinan.

Kemiskinan telah membatasi hak untuk (a) memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan; (b) Hak untuk memperoleh perlindungan hukum; (c) Hak untuk memperoleh rasa aman; (d) Hak untuk memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan papan) yang terjangkau; (e) Hak untuk memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan; (f) Hak untuk memperoleh akses atas kebutuhan kesehatan; (h) Hak untuk memperoleh keadilan; (i) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik dan pemerintahan; (j) Hak untuk berinovasi; (k) Hak menjalankan hubungan spiritualnya dengan Tuhan; dan (l) Hak untuk berpartisipasi dalam menata dan mengelola pemerintahan dengan baik.

Itulah perlunya kita sebagi Umat Tuhan Yesus Kristus, turut menyumbangkan hasil pemikiran yang akan juga menjadi solusi alternatif bagi saudara-saudara kita yang sedang mengalami hidup dalam kondisi miskin, dan hal ini juga merupakan aplikasi dari pada hukum Kasih yang di ajarkan Firman Allah kepada kita anak-anak Tuhan terlebih juga para Hamba Tuhan, Pelayan Tuhan yang setia kepada-Nya.

v LATAR BELAKANG KEMISKINAN.

Kemiskinan merupakan persoalan yang maha kompleks dan kronis. Karena sangat kompleks dan kronis, maka cara penanggulangan kemiskinan pun membutuhkan analisis yang tepat, melibatkan semua komponen permasalahan, dan diperlukan strategi penanganan yang tepat, berkelanjutan dan tidak bersifat temporer. Sejumlah variabel dapat dipakai untuk melacak persoalan kemiskinan, dan dari variabel ini dihasilkan serangkaian strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang tepat sasaran dan berkesinambungan.

Latar belakang kemiskinan di akibatkan oleh beberapa factor antara lain menurut kedua ideology yaitu :

1. Ideologi Konservatif.

Umumnya kaum Koservatif melihat masalah kemiskinan sebagai kesalahan pada orang miskin sendiri, orang miskin dinilai bodoh,malas, tidak punya motivasi berprestasi yang tinggi, tidak punya ketrampilan dsb. ( Positif struktur social ) tidak memandang masalah kemiskinan sebagai masalah yang serius.

2. Ideologi Liberal.

Berbeda dengan kaum konservatif, kaum Liberal mengagap masalah kemiskinan adalah masalah yang serius bahkan sangat serius, karena harus di pecahkan sebab dapat berdampak kemana-mana; social politik, ekonomi dsb. Masalah kemiskinan dapat dipecahkan asal adanya kesempatan yang sama untuk berusaha bagi setiap orang tanpa diskriminasi. [3]

Pendapat dari kedua kaum tadi, baik Konservatif maupun Liberal sama-sama mempertahankan struktur social yang sudah ada, sehingga memandang kemiskinan harus dapat menempatkan diri pada tatanan social yang sudah ada di masyarakat.

Dari dimensi pendidikan misalnya, pendidikan yang rendah dipandang sebagai penyebab kemiskinan, karena tingkat kemampuan Itelektual yang tidak mumpuni maka orang-orang ini kalaupun bekerja, pasti bekerja pada bagian-bagian pekerja “kasar” / kuli bangunan / tukang batu dan sebagainya, sehingga upah buruhnya pun rendah, sehingga menimbulkan ketidak cukupan untuk memenuhi kebutuhan pokok.

Dari dimensi kesehatan, rendahnya mutu kesehatan masyarakat menyebabkan terjadinya kemiskinan, hal ini di karenakan apabila kesehatan seseorang itu menurun maka produktifitas akan terpengaruh juga menurun, penghasilan turun, terjadilah kekurangan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Dari dimensi ekonomi, kepemilikan alat-alat produktif yang terbatas, penguasaan teknologi dan kurangnya keterampilan, dilihat sebagai alasan mendasar mengapa terjadi kemiskinan, keterbatasan sumber daya manusia juga memiliki andil menyumbang terjadinya ketidak mampuan memperoleh hasil kerja yang maksimal, dan mengakibat penghasilan kurang sehingga muncul permasalahan.

Faktor kultur dan struktural juga kerap kali dilihat sebagai elemen penting yang menentukan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Tidak ada yang salah dan keliru dengan pendekatan tersebut, tetapi dibutuhkan keterpaduan antara berbagai faktor penyebab kemiskinan yang sangat banyak dengan indikator-indikator yang jelas, sehingga kebijakan penanggulangan kemiskinan tidak bersifat temporer, tetapi permanen dan berkelanjutan.

Dengan demikian sekarang kita tahu bahwasanya yang melatar belakangi kondisi kemiskinan sampai begitu mendalam tersebut adalah aspek-aspek tertentu yang dengan tidak mudah untuk diatasi, maka peran orang-orang Percaya sangat di nantikan bagi hidup mereka kelompok miskin ini, untuk menjadi motifator dan mentor agar dapatnya keluar dari kondisi ini.

v PERSOALAN YANG TIMBUL AKIBAT KEMISKINAN

Maraknya demonstrasi anti pemerintahan yang berkuasa, menjadi menu wajib pada setiap kegiatan-kegiatan penting pada Bangsa ini, demi menyuarakan kaum miskin di negeri ini. Tidak terkecuali adanya demonstrasi dengan di barengi tindakan anarkis, sehingga meminta korban nyawa juga korban meteriel yang tidak kecil jumlahnya, hal ini patut disayangkan, belum tentu tuntutan di tanggapi namun telah banyak meminta korban.

Kriminalisme yang semakin berkembang menjadi gaya hidup di tengah-tengah masyrakat termarjinalkan ini, adalah suatu bukti adanya persoalan yang rumit pada kondisi kemiskinan ini menjangkit di tengah-tengah masyarakat yang ada, hal ini perlu adanya penanganan yang tepat guna.

Timbulnya sentimen- sentimen dari golongan orang-orang miskin ini kepada kelompok-kelompok masyarakat yang lain yang secara ekonomi lebih bisa di golongkan mapan dan kuat, sehingga menimbulkan pelanggaran etis moral yang tidak benar, bahkan tidak tertutup kemungkinan menjadi persoalan “sara” suku ras bahkan agama. Munculnya tingkat penganguran yang tinggi, sehingga menyebabkan tatanan sosial yang tidak baik.

Kemiskinan adalah yang pertama-tama merupakan suatu pengalaman dan masalah di tingkat Mikro sebagaimana pada umumnya dari observasi dinilai sebagai penderitaan dan ketidak adilan. Demikian juga untuk dapat menangani persoalan kemiskinan itu perlu di ketehaui dalam suatu daerah seberapa besar tingkat masyarakat miskin yang ada, hal ini juga termasuk ada tingkatan Makro sehingga dapat di tentukan cara mengatasinya[4]

Semakin dalam kita telaah mengenai persmasalahan kemiskinan ini pada kehidupan masyarakat, maka kita semakin dalam menemukan sisi-sisi etis yang semakin rusak di tengah-tengah masyarakat social yang ada.

v AJARAN YESUS TENTANG KEMISKINAN.

Injil Matius 5:3 Berbahagialah orang miskin di hadapan Allah,karena

merekalah yang empunya kerajaan Surga”

Firman Allah ini dapat di katakana sebagai Sabda Bahagia karena bagian Pasal 5 inilah dari Injil Matius Tuhan Yesus menyatakan kalimat-kalimat berbahagiala.., berbahagialah.., ber ulang-ulang, salah satu kalimat yang di katakana berbahagia adalah kalimat miskin yang menunjuk kepada orang miskin secara yang sesungguhnya. Namun sering kali sabda bahagia ini menjadi salah arti manakala sabda bahagia ini seakan-akan Tuhan Yesus berkata : “..untunglah kamu orang-orang miskin, berdukacita, lapar, dan haus, karena kamu di cintai Allah”[5], se olah-olah Allah menghendaki untuk menerima nasib menjadi orang miskin sampai suatu saat akan berbahagia karena masuk Surga, padahal Tuhan bermaksud untuk Umatnya adalah berbahgialah orang-orang miskin, sebab mulai sekarang engkau tidak miskin lagi.., karena kerajaan surga sudah dekat. Maka kalau kebahagiaan di artikan dengan demikian merupakan wujud keselamatan.

Dengan demikian kita mengerti bahwa kalimat “Berbahgia.. pada kata miskin di atas, bukanlah kata kompromi Tuhan Yesus terhadap orang-orang miskin yang tidak mau berusaha untuk bangkit dari kemiskinannya, namun adalah tanda ke Ajaiban Allah bagi umatnya yang mau memohon pertolongan Tuhan untuk di ubahkan jadi di berkati, dari ke adaan hidup yang papah.

Mazmur 72:4 “Kiranya Ia memberikan keadilan kepada orang-orang

yang tertindas dari bangsa itu, menolong orang-orang

miskin, tetapi meremukan pemeras-pemeras.”

Pada kenyataan dalam kehidupan manusia menurut sejarah, bukan suatu hal yang aneh apabila yang kuat menghisap yang lemah, namun demikian Allah sebagai Raja atas orang-orang miskin, tertindas, membela mereka dan menegakan keadilan di tengah-tengah mereka.

Mazmur 72:12-13 “ Sebab Ia akan melepaskan orang yang berteriak

minta tolong.., Ia akan sayang kepada orang

lemah dan orang miskin..”

Keberpihak an Allah bagi orang-orang yang menderita sangatlah nyata dan kongkrit, tidak pernah menyia-nyiakan permintaan tolong Umat-Nya. Hal ini tidak berarti Allah terus menghendaki orang Percaya pada kondisi kemiskina, namun Tuhan mau anak-anakNya bangkit dari keterpurukannya dan menjadi orang yang di berkati berkelimpahan, sesuai dengan Firman-Nya.

v KESIMPULAN.

Kebijakan penanggulangan kemiskinan tersebut, membutuhkan usaha yang serius untuk melaksanakannya. Disamping itu diperlukan komitmen pemerintah dan semua pihak untuk melihat kemiskinan sebagai masalah fundamental yang harus ditangani dengan baik, berkelanjutan dan dengan dukungan anggaran yang jelas, tidak lepas dari kebutuh-kebutuhan tersebut secara materi perlunya kita sebagai pemimpin-pemimpin Rohani berpartisipasi aktif dan menggumuli juga mendoakan akar tercapainya pengentasan kemiskinan ini, dapat di mulai dari lingkungan kita, bisa dimulai di gereja, sekolah-sekolah dimana kita di percaya Tuhan untuk melayani Pekerjaan-Nya.


[1] Bappenas, artikel ekonomi rakyat dan kemiskinan, 2005.

[2] James, C.Scott, Safety life, 1981

[3] Banawiratma, SJ, Kemiskinan dan Pembebasa, Kanisius 1990. Hal.18-19

[4] Ibid 125

[5] Ibid 75.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar